Saturday, February 28, 2009

Abhaya Dana

Pada jaman dahulu terdapatlah seorang tuan tanah yang sangat sangat kikir. Tuan ini mempunyai tanah yang sangat luas. Tanah yang sedemikian luas tersebut banyak disewakan untuk para penduduk di sekitar tempat ia tinggal. Banyak pula tanahnya yang disewakan untuk orang dari daerah lain. Setiap tahun dia mengutus beberapa anak buahnya untuk menagih uang sewanya. Para utusan ini pergi ke berbagai daerah untuk menagih uang sewa tersebut. Pada waktu utusan itu menagih di suatu tempat, biasanya tuan tanah akan berpesan kepada mereka untuk membawa pulang oleh-oleh yang khas dari daerah tersebut. Para utusan dengan taat melakukan pesan tuannya. Mereka setiap kali kembali selalu membawa buah-buahan, makanan khas, souvenir dan masih banyak barang lainnya. Hal ini sungguh membahagiakan si tuan tanah. Demikianlah hal ini dilakukan untuk waktu yang lama.

Namun, pada suatu saat ada seorang utusan yang pulang dan tidak membawa buah tangan apapun juga. Ia bahkan tidak membawa pulang uang tagihan bersamanya. Si tuan tanah heran dan marah mengetahui hal ini. Ia menanyakan alasan utusan itu tidak membawa uang tagihan rutinnya. Utusan itu memberikan alasan bahwa daerah tempat ia harus menagih itu telah gagal panen dan ada bencana alam sehingga penyewa tanah sudah tidak mempunyai harta lagi. Karena itulah ia membebaskan mereka dari tagihan uang sewa tahun itu. Tuan tanah ini menjadi sangat marah dan langsung memecat utusan tersebut. Beberapa waktu kemudian, timbullah huru-hara besar di tempat si tuan tanah tinggal. Banyak rumah di hancurkan. Kerusuhan terjadi di mana-mana. Si tuan tanah bersama dengan semua anggota keluarganya melarikan diri dan meninggalkan rumahnya. Mereka sekeluarga lari dan minta pertolongan serta perlindungan ke penduduk desa di sekitar mereka tinggal. Sayangnya, karena kekejamannya selama ini, mereka bukannya ditolong oleh penduduk, mereka bahkan akan dibunuh oleh penduduk. Tidak ada orang yang mau menolongnya. Mereka terus berjalan dari desa ke desa untuk meminta pertolongan. Namun, semua usaha ini mengalami kegagalan. Mereka bahkan selalu akan dibunuh di setiap tempat pemberhentian mereka.

Perjalanan mereka yang penuh ketakutan ini akhirnya membawa mereka ke sebuah desa yang terpencil. Mereka dengan penuh kekuatiran mencoba untuk minta tolong dan perlindungan kepada penduduk desa itu. Di luar dugaan, kedatangan mereka sekeluarga justru disambut hangat oleh para penduduk desa itu. Mereka disambut seolah orang yang sangat disayangi oleh penduduk di sana. Mereka merasa heran dengan sikap penduduk desa itu. Mereka kemudian menanyakan penyebab kehangatan sambutan yang dilakukan oleh semua penduduk. Ternyata, para penduduk desa ini merasa sangat berterima kasih kepada si tuan tanah bahwa pada saat panenan mereka gagal dan terjadi bencana alam, si tuan tanah telah membebaskan mereka dari segala tagihan uang sewa. Dan, inilah yang akhirnya menjadi kenangan indah untuk mereka. Ini pula yang menjadikan mereka merasa berhutang budi kepada si tuan tanah.

Mendengar hal ini, menangislah si tuan tanah. Ia menjadi teringat kepada utusannya yang telah diusirnya karena telah membebaskan tagihan uang sewa orang di desa ini. Ternyata, justru dari kebijaksanaan utusan itulah yang membuatnya selamat dan mendapatkan perlindungan. Ia kemudian berubah menjadi orang yang baik. Ia memulai usahanya di desa tempat ia di tampung dan dilindungi tersebut. Ia kemudian menjadi orang yang suka berdana, tidak lagi kikir. Ia pun menjadi orang yang sangat dicintai oleh masyarakat di manapun juga. Namanya menjadi harum bahkan sampai ke daerah-daerah lainnya.

No comments:

Post a Comment