Saturday, February 28, 2009

Kebenaran dan Kebohongan

Pada suatu hari, Kebenaran dan Kebohongan bertemu di jalan. “Selamat siang,” sapa Kebenaran. “Hei, selamat siang,” balas Kebohongan. “Bagaimana kabarmu?” “Yaa, kurang menggembirakan,” desah Kebenaran. “Keadaan terlalu berat untuk orang seperti aku.”

“Ya, aku bisa maklum,” kata Kebohongan sambil memandang Kebenaran dari atas sampai ke bawah. Kebenaran itu berpakaian kumal. “Tampaknya, kau telah lama tidak makan?”
“Terus terang, memang demikian, “kata Kebenaran. “Tak seorang pun mau mempekerjakan aku akhir-akhir ini. Ke mana pun aku pergi, hampir semua orang menolak bahkan menertawakan aku. Aku jadi putus asa. Aku mulai mempertanyakan diriku sendiri, mengapa aku begitu sabar.”
“Mengapa kau begitu malang? Ikut aku. Aku akan memperlihatkan kepadamu bagaimana cara bergaul. Sama sekali tidak ada alasan mengapa kau tidak dapat makan sepuas-puasnya atau berpakaian paling bagus seperti aku. Tetapi …”
“Tetapi apa? Katakanlah!” Kebenaran penasaran.

“Kau harus berjanji untuk tidak akan mengatakan sepatah kata pun yang melawan aku sementara kita sedang bersama. “
Kebenaran berpikir sejenak. Sebenarnya, ia tidak begitu suka dengan Kebohongan. Teapi, ia ingin segera makan. Kalau tidak, ia akan pingsan akibat saking laparnya. Akhirnya, ia pun mengambil keputusan. “Ya, aku berjanji,” kata Kebenaran. “Bagus, bagus,” kata Kebohongan.”Mari kita ke kota.”

Sesampai di kota, Kebohongan segera membawa Kebenaran ke restoran terbaik dan menempatkannya di meja terbaik. “Kami pesan makanan dan minuman yang paling baik. Ingat, ya, yang paling baik,” kata Kebohongan kepada pelayan restoran. Mereka makan dan minum sepuas-puasnya sepanjang hari itu. Akhirnya, ketika mereka sudah sangat kekenyangan sehingga tidak mampu lagi untuk menambah makanan atau minuman, Kebohongan mulai memukul meja dan memanggil manajer restoran agar mendekat.
“Penipu!” bentaknya. “Satu jam yang lalu, aku sudah bayar ke pelayan itu. Tapi, sampai sekarang, ia belum berikan kembaliannya.”

Manajer itu memanggil pelayan. Namun, pelayan itu mengatakan bahwa ia tidak pernah menerima sepeser pun dari orang itu.
“Apaaa??” lengkingan Kebohongan membuat setiap orang di restoran itu menoleh. “Aku tidak dapat mempercayai tempat ini. Warga negara yang jujur dan sadar hukum datang ke sini unuk makan, tahu?! Tetapi, kalian merampok uang hasil kerja keras mereka. Kalian pencuri dan sekaligus penipu. Kalian berhasil menipuku kali ini, tetapi… kalian tak akan pernah lagi melihatku! Ini!!” Kebohongan menyodorkan uang kepada manajer itu. “Sekarang, segera berikan kembaliannya!”

Akan tetapi, manajer tidak mau menerima uang itu karena tidak ingin nama baik restoran hancur. Ia malah membayar kembalian uang yang katanya telah diberikan. Manajer itu memanggil pelayan. Ia memarahinya, menganggapnya bajingan. Tidak hanya itu, manajer pun berencana untuk memecatnya. Betapapun pelayan itu menjelaskan bahwa ia tak mengambil sepeser pun dari orang tersebut, manajer tetap tidak mau percaya.

“Oh, Kebenaran, kau sembunyi di mana?” keluh pelayan dalam hati. “Apakah kau telah meninggalkan kami orang-orang jujur yang bekerja keras ini?”

“Tidak, aku ada disini,” gumam Kebenearan dalam hati. “Tetapi, akal sehatku telah tunduk pada perutku. Sekarang, aku tidak dapat bicara tanpa melanggar janjiku pada Kebohongan.”
Ketika mereka sudah berada kembali di jalan, Kebohongan tertawa puas dan menepuk-nepuk punggung Kebenaran. “Kau lihat bagaimana orang bertindak, “katanya. “Aku berhasil mengelabuhinya dengan cukup baik, bukan?” Tetapi, Kebenaran telah menghilang dari sisinya. “Lebih baik lapar daripada hidup seperti kau,” katanya.

“Demikianlah, Kebenaran dan Kebohongan pergi ke jalan masing-masing. Mereka tidak pernah lagi berjalan bersama.

(William J. Bennett)

No comments:

Post a Comment